Minggu, 07 November 2021

INVENTARISASI SARANA DAN PRASARANA

 INVENTARISASI SARANA DAN PRASARANA

v  Pengertian Inventarisasi Sarana dan Prasarana
Inventarisasi berasal dari kata “inventaris” (Latin = inventarium) yang berarti daftar barang-barang, bahan, dan sebagainya. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan adalah pencatatan atau pendaftaran barang-barang milik sekolah ke dalam suatu daftar inventaris barang secara tertib dan teratur menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku.
            Barang inventaris sekolah adalah semua barang milik negara (yang dikuasai sekolah) baik yang diadakan/dibeli melalui dana dari pemerintah, DPP maupun diperoleh sebagai pertukaran, hadiah atau hibah serta hasil usaha pembuatan sendiri di sekolah guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
            Tiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negaara yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di sekolahnya.

v  Tujuan Inventarisasi Sarana dan Prasarana
Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah.
2.      Untuk menghemat keuangan sekolah baik dalam pengadaan maupun untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana dan prasarana sekolah.
3.      Sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah dalam bentuk materil yang dapat dinilai dengan uang.
4.      Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah.
Manfaat Inventarisasi
Menurut Sanderson (2000) inventarisasi memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
  • Mencatat dan menghimpun data aset yang dikuasahi unit organisasi/ departemen.
  • Menyiapkan dan menyediakan bahan laporan pertanggungjawaban atas penguasaan dan pengelolaan aset organisasi/ negara.
  • Menyiapkan dan menyediakan bahan acuan untuk pengawasan aset organisasi atau negara.
  • Menyediakan informasi mengenai aset organisasi/negara yang dikuasai departemen sebagai bahan untuk perencanaan kebutuhan, pengadaan dan pengelolaan perlengkapan departemen.
  • Menyediakan informasi tentang aset yang dikuasai departemen untuk menunjang perencanaan dan pelaksanaan tugas departemen.
Dasar Hukum Inventarisasi
Hal-hal yang masih relevan pada PP Nomor. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, adalah hal yang mengatur tentang hak kepemilikan pengelolaan dan hak atas kuasa harta/kekayaan milik negara. Dalam PP tersebut menyebutkan institusi dan pejabat penangnggung jawab atas kekayaan milik negara, yaitu:
  • Pembina Umum (Penum): adalah presiden, yang secara fungsional dilakukan oleh menteri keuangan yang selanjutnya dilimpahkan kepada Direktur Jendral Moneter.
  • Pembina Barang Inventarisasi(PBI):adalah menteri, yang secara fungsional dilakukan oleh pejabat eselon 1
  • Penguasaan Barang Inventaris: Semua semua pejabat eselon I, dan Kakanwil (Pembantu penguasaan).
  • Unit Pengurusan Barang (UPB): Kantor atau satuan kerja, dimana barang milik/kekayaan negara berada.
  • Penanggungjawab Pengawas Barang Inventaris (PPBI): Kepala kantor(Kuasa materi/ barang).
  • Unit Pengelola Barang (UPB): yaitu orang yang karena negara ditugasi menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang atas perintah Kuasa Barang. Pada umumnya bendahara material adalah penguasa gudang.
Langkah-Langkah Inventarisasi
  1. Menyiapkan Lembar Hasil Opnam Barang Inventaris (LHOPBI)
  2. Menyiapkan Buku Induk Barang Inventaris (BIBI)
  3. Menyiapkan Buku Golongan Barang Inventaris (BGBI)
  4. Menyiapkan Kode Klasifikasi Barang Inventaris
  5. Menyiapkan Daftar Kode Akuntan Pengguna Barang
  6. Menyiapkan Daftar Kode Wilayah
v  Buku Inventarisasi Sarana dan Prasarana Kantor Meliputi
a)      Buku Induk Barang Inventaris.
Buku Induk Barang Inventaris adalah buku tempat mencatat semua barang
inventaris yang sudah dimiliki oleh suatu kantor atau satuan organisasi di lingkungannya, dan sekaligus merupakan sumber informasi yang diandalkan megnenai segala macam data yang diperlukan tentang barang-barang inventaris kantor. Berikut contoh format buku induk barang inventaris :

b)     Buku Golongan Barang Inventaris.
Buku Golongan Barang Inventaris adalah buku pembantu tempat mencatat barang-barang inventaris menurut golongan yang telah ditentukan, masing-masing berdasarkan klasifikasi dan kode barang yang ditentukan di dalam lingkungannya. Pengisiannya dilakukan setelah pencatatan barang tersebut kedalam Buku Induk Barang Inventaris. Berikut contoh format buku golongan barang inventaris :

c)      Buku Catatan Barang Non Inventaris
Buku Catatan Barang Non Inventaris adalah buku tempat mencatat semua barang non inventaris yang dimiliki oleh suatu kantor.
Barang-barang tidak habis pakai dicatat dalam buku Induk dan Golongan barang inventaris, sedangkan barang-barang habis pakai dicatat dalam Buku Catatan Barang Non inventaris. Berikut contoh format buku catatan barang non inventaris:

v  Klasifikasi dan Kode Barang Inventaris.
Pada dasarnya maksud dan tujuan mengadakan penggolongan barang ialah agar terdapat cara yang cukup mudah dan efisien untuk mencatat dan sekaligus untuk mencari dan menemukan kembali barang tertentu, baik secara fisik maupun melalui daftar catatan ataupun di dalam ingatan orang. Sesuai dengan tujuan tersebut maka bentuk lambang, sandi atau kode yang dipergunakan sebagai pengganti nama atau uraian bagi tiap golongan, kelompok dan atau jenis barang haruslah bersifat membantu/memudahkan penglihatan dan ingatan orang dalam mendapatkan kembali barang yang diinginkan.
Sandi atau kode yang dipergunakan melambangkan nama atau uraian kelompok/jenis barang adalah berbentuk angka bilangan (numerik) yang tersusun menurut pola tertentu, agar mudah diingat dan dikenali, serta memberi petunjuk mengenai formulir nama yang harus dipergunakan untuk tempat mencatat jenis barang tertentu. Di samping itu pula, penyusunan angka nomor kode ini diusahakan agar memungkinkan dilakukan pengembangan, terutama oleh mereka yang secara langsung menangani pencatatan barang.
Untuk barang pada umumnya, nomor kode itu terdiri dari 7 (tujuh) buah angka yang tersusun menjadi tiga dan empat angka, yang dipisahkan oleh sebuah tanda titik. Angka pertama dari susunan tiga di depan adalah untuk menyatakan jenis formulir yang digunakan. Dua angka berikutnya yakni yang berada sebelum tanda titik, merupakan sandi pokok untuk kelompok barang menurut ketentuan di dalam masing-masing formulir. Sebagai contoh secara berturut-turut disebutkan sebagai berikut:




1.
Penggolongan Barang
1.1.
Barang tidak bergerak.
1.2.
Barang Bergerak.
1.3.
Hewan/ternak.
1.4.
Barang persedian.

1.1.
Barang tidak bergerak dibagi dalam 7 (tujuh) bidang :

1.1.1.
Bidang tanah;
1.1.2.
Bidang jalan dan jembatan;
1.1.3.
Bidang bangunan air;
1.1.4.
Bidang instalasi;
1.1.5.
Bidang jaringan;
1.1.6.
Bidang bangunan gedung;
1.1.7.
Bidang monumen.

1.2.
Bidang bergerak dibagi dalam 12 (dua belas) bidang :

1.2.1.
Bidang alat besar;
1.2.2.
Bidang alat angkutan;
1.2.3.
Bidang alat bengkel;
1.2.4.
Bidang alat pertanian;
1.2.5.
Bidang alat kantor dan rumah tangga;
1.2.6.
Bidang alat studio;
1.2.7.
Bidang alat kedokteran;
1.2.8.
Bidang alat laboratorium;
1.2.9.
Bidang buku-buku/perpustakaan;
1.2.10.
Bidang barang kesenian/kebudayaan;
1.2.11.
Bidang alat persenjataan;
1.2.12.
Bidang Hewan/Ternak.

Bidang barang tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok barang. Kelompok barang dibagi dalam sub kelompok barang, yang selanjutnya dibagi pula dalam sub-sub kelompok baran (jenis barang).




2.
Kode Barang
Untuk menyusun pengkodean barang maka perlu dibuat tabel pengelompokan barang.

2.1.
Kode barang terdiri atas 9 (sembilan) angka yang susunannya sebagai
berikut :

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kotak pertama menunjukkan kode golongan barang.
Kotak kedua dan ketiga menunjukkan kode barang.
Kotak keempat dan kelima menunjukkan kode kelompok barang.
Kotak keenam dan ketujuh menunjukkan lode sub kelompok barang.
Kotak kedelapan dan kesembilan menunjukkan kode sub-sub kelompok barang/jenis
barang.

2.2.
Kode untuk golongan barang :
Kode angka 1 untuk golongan barang tidak bergerak.
Kode angka 2 untuk golongan barang bergerak.
Kode angka 3 untuk golongan hewan/ternak.
Kode angka 4 untuk golongan barang persedian.

2.3.
Kode untuk bidang barang tidak bergerak :
Kode angka 01 untuk bidang tanah.
Kode angka 02 untuk bidang jalan dan jembatan.
Kode angka 03 untuk bidang bangunan air.
Kode angka 04 untuk bidang instalasi.
Kode angka 05 untuk bidang jaringan.
Kode angka 06 untuk bidang bangunan gedung.
Kode angka 07 untuk bidang monumen.

2.4.
Kode untuk bidang barang bergerak :
Kode angka 01 untuk bidang alat besar.
Kode angka 02 untuk bidang alat angkutan.
Kode angka 03 untuk bidang alat bengkel.
Kode angka 04 untuk bidang alat pertanian.
Kode angka 05 untuk bidang alat kantor dan rumah tangga.
Kode angka 06 untuk bidang alat studio.
Kode angka 07 untuk bidang alat kedokteran.
Kode angka 08 untuk bidang alat laboratorium.
Kode angka 09 untuk bidang buku-buku/perpustakaan.
Kode angka 10 untuk bidang barang bercorak kesenian/kebudayaan.
Kode angka 11 untuk bidang alat persenjataan.
Kode angka 12 untuk bidang hewan/ternak.


2.5.
Kode untuk kelompok barang :
Kode untuk kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada banyaknya
kelompok barang dalam bidang tertentu. Contoh kelompok barang yang termasuk didalam bidang tanah, misalnya 01 tanah persil; 02 tanah non persil;

2.6.
Kode untuk sub kelompok barang :
Kode untuk sub kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada jumlah sub kelompok barang yang ada dalam kelompok barang tertentu.
Contoh kelompok barang yang termasuk dalam tanah persil, misalnya:
01 tanah persil perumahan;
02 tanah persil perdagangan/perusahaan;
03 tanah persil industri.

2.7.
Kode untuk sub-sub kelompok barang :
Kode untuk sub-sub kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada jumlah sub-sub kelompok barang yang ada dalam sub kelompok barang tertentu.
Contoh sub-sub kelompok barang yang termasuk dalam sub kelompok tanah persil
perumahan, misalnya:
01 tanah persil perumahan kelas I.
02 tanah persil perumahan kelas II.
03 tanah persil perumahan kelas III.
04 tanah persil perumahan kelas IV.

v  Perencanaan Invetarisasi Kantor Yang Terdiri Dari :
a.      Perencanaan Barang Inventaris.
Vincent Gasperz dalam bukunya Production Planning and Inventory Control (2008:177) memaparkan bahwa:
Perencanaan kebutuhan material adalah metode penjadwalan untuk permintaan perencanaan persediaan (purchased planned orders) dan permintaan perencanaan produksi (manufactured planned orders). Hal ini berkaitan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity reqirements planning). Tujuan dari perencanaan kebutuhan akan barang adalah untuk memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan yang tepat, pada waktu yang tepat. Sistem perencanaan kebutuhan barang mengidentifikasi item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan,dan bilamana waktu memesan item itu.
Sementara itu, faktor-faktor perencanaan kebutuhan meliputi :
a.       Planning Horizon, dipahami sebagai perencanaan secara umum atau keseluruhah dari kebutuhan barang pada instansi terkait.
b.      Length of Buckets, panjangnya batas penggunaan barang tergantung dengan lingkungan dari instansi terkait. Lingkungan instansi yang sangat dinamik dengan frekuensi perencanaan ulang.
c.       Frekuensi Perencanaan Ulang, hal ini tergantung dengan lingkungan dan ukuran dari waktu optimal penggunaan 21 barang (time bucket) yang dipilih. Lingkungan dinamik, yang mana perubahan sering terjadi atau proses dalam organisasi atau instansi.


b.       Perencanaan dan Pengendalian System Distribusi Inventori.
             Sistem manajemen distribusi inventori dapat diklasifikasi sebagai sistem tarik (pull system) dan sistem dorong (push system) yang dijabarkan sebagai berikut (Adrian Sutedi, 2010:291) :
            a) Sistem Tarik Terdesentralisasi (Decentralized Pull System)
                        Prinsip dasar dari sistem tarik (pull system) dalam perencanaan dan pengendalian sistem distribusi inventori adalah bahwa setiap distribusi mengelola inventori yang dimilikinya menggunakan metode pengendalian inventori konvensional. Setiap pusat distribusi pada tingkat lebih rendah menghitung kebutuhannya kemudian memesan dari pusat distribusi pada tingkat lebih tinggi.
                 Terdapat beberapa keuntungan dari sistem tarik desentralisasi, antara lain: dapat beroperasi secara mandiri dan ongkos proses data dan komunikasi rendah. Meskipun demikian, sistem ini juga memiliki beberapa poin kelemahan dengan uraian sebagai berikut:
1.      Pesanan dilakukan langsung kepada pusat central warehouse tanpa sepengetahuan warehouse lainnya.
2.       Warehouse pemesan biasanya tidak mengetahui rencanarencana pengiriman yang mungkin mencakup kombinasi pengiriman ke dua atau lebih warehouse atau penggunaan ukuran alat transportasi yang berbeda.
3.      Pesanan diajukan tanpa memperhatikan inventori yang tersedia, jadwal produksi, dan kejadian yang tidak teratur.
4.      Pengendalian terhadap kuantitas pengiriman lebih banyak dilakukan pda central warehouse.
5.      Tingkat stok pengaman dalam sistem distribusi lebih banyak daripada bila menggunakan push system.
6.      Kurang koordinasi antara stocking points dan ketiadaan data perencanaan untuk  pusat distribusi yang lebih tinggi untuk mengantisipasi pesanan-pesanan yang akan dating secara tepat.
                 b) Sistem Dorong Terdesentralisasi (decentralization Push System) Sistem dorong (push system)
                      melakukan pengendalian terpusat dari jaringan distribusi dengan menggunakan data yang diperoleh dari field stocking points. Sistem dorong mempertimbangkan kebutuhan total yang diproyeksikan dari semua warehouse, inventori yang tersedia pada regional warehouse, inventori dalam pengangkutan, dan menentukan kuantitas yang tersedia pada tiap warehouse. Sistem distribusi ini membutuhkan peramalan pada tiap unit barang yang dibutuhkan. Dengan kata lain, item yang masuk dalam independent demand harus diramalkan.


c.       Klasifikasi Barang Inventaris.
Pada dasarnya penggolongan atas barang-barang dalam organisasi tergantung pada jenis usaha dan kegiatan operasional organisasi tersebut. “setiap organisasi memiliki kebebasan melakukan pengelompokan atas barang-barang yang dimilikinya, tetapi tetap berpedoman pada orientasi guna mempermudah dalam pengenalan, pengawasan dan keselamatan dan keamanan logistik” (Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto, 2009:65). Pada dasarnya barang-barang perbekalan yang dilakukan inventarisasi terdiri dari 2 jenis yaitu The Liang Gie dalam Donald J. Bowersox (2009: 120):
1.      Barang Habis Pakai
Barang habis pakai adalah barang berwujud, yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian, atau umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contoh barang habis pakai ini antara lain kertas, tinta, kapur tulis, gula, sabun, dan semacamnya. 
2.      Barang Tetap
Barang tetap adalah barang-barang yang umur pakai/ teknisnya lebih dari satu tahun. Barang ini bisa bertahan lama dengan banyak sekali pemakaian ataupun umur ekonomisnya utnuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih. Contoh barang tahan lama ini antara lain, meja, kursi, papan tulis, dan semacamnya.

d.      Tekhnik Inventarisasi.
Inventarisasi barang habis pakai menggunakan sistem kartu barang ditujukan pada upaya pemantauan persediaan barang, penggunaan barang, dan upaya menjaga kontinuitas kerja setiap unit kerja dalam lingkup organisasi. Beberapa ketentuan inventarisasi barang habis pakai adalah sebagai berikut (Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto,2009:70) :
a.       Setiap satu jenis barang dibuatkan satu kartu barang.
b.      Kartu barang disimpan dalam kotak atau file khusus, dan dirutkan secara alfabetis sesuai dengan nama barang.
c.       Setiap ada perubahan jumlah logistik, baik karena adanya masukan barang maupun pengeluaran barang harus secepatnya dicatat.
d.       Setiap kartu barang harus dapat menunjukkan persediaan barang saat itu.
e.       Untuk unit pemakai barang, setiap ada pemasukan barang harus disertai bukti penerimaan barang yang berupa bon pengeluaran barang atau surat penyerahan barang atau bon gudang. Sementara untuk setiap terjadi pengeluaran barang harus dicatat tanggal pengeluaran, jumlah barang yang dikeluarkan, dan penggunaan barang, serta jumlah sisa barang.
f.       Pada unit penggudangan dan atau distribusi setiap ada pemasukan barang harus disertai bukti pemasukan barang yang berupa kuitansi, nota, surat pengantar barang, tanda terima, ataupun berita acara penyerahan/ serah terima barang. Sementara untuk pengeluaran barang, harus juga disertai bukti pengeluaran barang yang dapat berupa surat penyerahan barang atau bon gudang. Disamping itu, harus dicatat tanggal pengeluaran barang, unit pemakai barang, jumlah barang yang dikeluarkan, dan jumlah sisa barang setelah terjadi pengeluaran barang.
g.      Bukti pemasukan barang maupun bukti pengeluaran barang harus diberi nomor kode bukti yang diurutkan berdasarkan urutan kronologis transaksi maupun pengeluaran barang guna mempermudah untuk pengecekan barang.
h.      Bukti pemasukan barang disimpan dalam satu tempat yang khusus berisi bukti penerimaan logistik.
i.        Bukti pengeluaran barang disimpan khusus dalam satu tempat yang khusus berisi bukti pengeluaran barang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kantor

Konsep Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kantor 1.     Pengertian pemanfaatan Sarana dan prasarana Menurut kamus besar bahasa ind...